Assalaamu'alaykum waromatullooh wabarokaatuhBismillaahi ar-rohmaan ar-rohiim
Ba’da tahmid wash-sholawat,
Qolalloohu fil-qur’anil kariim, a'uudzubillaahi minasy-syaithoonirrojiim
"Inahsantun ahsantum lianfusikum. Wa inasa'tum falahaa" (QS. Al-Isro’:7), wa qoola 'aidhon
"Wa likulliwwijhatun huwa muwalliihaa. Fastabiqul khoyroot" (QS. Al-Baqoroh:148)
Wa qoola rasuulullooh saw.
“… Maka jauhilah neraka meskipun dengan setengah kurma. Dan bagi yang tidak bisa, hendaklah dengan perkataan yang baik” (Muttafaq ‘alaih)
Mengenang seseorang yang sangat berarti bagi hidup kita adalah suatu keniscayaan. Terlebih bila seorang yang kita kenang adalah orang mampu mengubah pola pikir dan pandang kita terhadap dunia ini. Dari yang abstrak tak jelas visinya menjadi terang bahwa satu yang dicari, dari yang abu-abu jelas hitam-putihnya dan dari yang tak tersentuh menjadi dapat diraba dan insyaALLAH dapat diraih jika mau berusaha. Itulah sekilas maqom kita sebelum mengenal ISLAM yang syamil-kamil-mutakamil dan sesudahnya.
Dalam note kali ini izinkanlah saya mengenang kata-kata seorang pribadi yang tak pernah saya temui dan saya rasa tak pernah saya akan menemuinya kecuali di surga–insyaALLAH, semoga ALLAH mengumpulkan saya dengan Rasululloh saw. dan orang-orang mukmin di surganya kelak (yang baca note ini juga. Amiin)–. Namun, sungguh beliau telah menginspirasi saya untuk bergabung dalam tandzim suatu jama’ah, hanya melalui sebuah film. Ya, hanya melalui sebuah film yang dibiografikan untuk beliau, Sang Murabbi Mencari Spirit Yang Hilang, mengenang syaikhut tarbiyah: Ustadz Rahmat Abdullah—allahu yarham–.
“Jangan sampai nanti orang-orang tarbiyah dibenci gara-gara orientasi kekuasaan. Dia tidak boleh berbangga dengan bangunannya, lalu tertidur-tidur tidak pernah mengurus urusan hariannya. Tetap dia harus kembali pada akar masalahnya, akar tarbiyahnya, mahabbin, tempat kancah dia dibangun.”