Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
Untuk sebuah hati yang tak pernah letih berdoa
Untuk sebuah jiwa yang tak ingin khilaf dalam sujudnya
Ku mohon hanya pada-Mu YA ALLAH
Satukan kami dalam ikatan ukhuwah karena-Mu
Dan kumpulkanlah kami kelak di jannah-Mu
Amiin...
Marilah kita saling berbagi cinta dan menjalin ukhuwah hanya untuk ridho Allah swt... ^_^

Minggu, Agustus 15, 2010

Untuk Kader dari Kader - “Semoga Anak-anak Bisa Menggantikan Abinya”, Sumarni, Istri (Almarhum) Ustadz Rahmat Abdullah

Sumarni, Istri (Almarhum) Ustadz Rahmat Abdullah
“Semoga Anak-anak Bisa Menggantikan Abinya”

Kedukaan menyelimuti keluarga almarhum Ustadz Rahmat Abdullah di kawasan Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. Di tengah suasana itu, Sumarni, istri almarhum, berkenan menuturkan kenangannya, tentang keseharian dan harapan almarhum pada Wasilah dari Tarbawi, Jum’at sore, 17 Juni 2005 (tiga hari setelah beliau wafat). Di sela perbincangan, Sumarni sering tak mampu menahan tangis. Beberapa kali kata-katanya tercekat dan keharuan dalam diam panjang menyelimuti kami. Namun sesekali kenangan jenaka bersama sang suami, membuatnya tersenyum. Saat berbagi, Sumarni ditemani ibunda dan beberapa sahabatnya, yang juga tak mampu menahan keharuan. “Abi sangat baik, subhanallah,” tutur Sumarni berkali-kali. Berikut penuturannya:

Saat berangkat ke DPR pada Selasa (14 Juni 2005) pagi itu, Abi (ustadz Rahmat Abdullah) sehat-sehat saja. Biasa saja, tidak ada semacam nasehat atau sikap berbeda. Maka saya berkali-kali bertanya, ya Allah, semua ini mimpi tidak (terdiam, menangis). Tidak disangka kalau keluar dari rumah itu untuk terakhir kali (ustadz Rahmat Abdullah wafat pada Selasa malam, 14 Juni). Sebelum berangkat, Abi memang senyum, tapi cuma senyum saja. Barangkali maksudnya perpisahan, tapi saya tidak paham.

Selasa pagi itu, Abi ke DPR diantar Yitno, yang sudah lama bersama Abi. Yitno yatim sejak kecil, jadi sama Abi seperti bapak sendiri. Saya tanya ke Yitno, hari itu di mobil Abi bicara apa. Ternyata tidak seperti biasanya, Abi tidak banyak bicara, cuma baca koran saja.

Malam Selasanya, Abi tanya tentang anak-anak, yang tahun ini keluar sekolah siapa. “Thoriq,” saya bilang. Fida kan belum kuliah lagi, kecuali kalau tahun ini ia masuk kuliah kembali. Eba sama Isda masih lama lulusnya. Abi sering bilang sama anak-anak, sekolah tujuannya bukan cari uang atau kerja, tapi cari ilmu.

Lantas Abi bilang, “Nai (panggilan khasnya untuk Sumarni), ada tempat makan bagus deh, makanannya biasa, tapi suasananya subhanallah, indah dan wangi, nanti kita ke sana ya.” (menangis)

Untuk Kader dari Kader - Episode Cinta untuk Ustadz Rahmat Abdullah-allahuyarham

Merendahlah

Engkau kan seperti bintang-gemintang

Berkilau di pandang orang

Diatas riak air dan sang bintang nun jauh tinggi

Janganlah seperti asap

Yang mengangkat diri tinggi di langit

Padahal dirinya rendah-hina


Ustadz Rahmat Abdullah allahu yarham




Seperti tak percaya aku mendengar kabar itu: kau sudah pergi untuk selamanya. Dan kenangan demi kenangan berkelebat cepat di benakku, menyisakan satu nama: Rahmat Abdullah.

Kita memang tak banyak bertemu, tak banyak bercakap. Tapi percayakah kau, aku menjadikanmu salah satu teladan diri. Kau menjelma salah satu sosok yang kucinta. Tahukah kau, hampir tak ada tulisanmu yang tak kubaca? Dan setelah membacanya selalu ada sinar yang menyelusup menerangi kalbu dan pikiranku. Tidak sampai di situ, buku-bukumu selalu membuatku bergerak. Ya, bergerak!

Kau mungkin tak ingat tentang senja itu. Tapi aku tak akan pernah melupakannya. Saat itu kau baru saja pulang dari rumah sakit untuk memeriksakan kesehatanmu. Aku dan seorang teman menunggumu. Kami membutuhkanmu untuk memberi masukan terhadap apa yang tengah kami kerjakan. Tanpa istirahat terlebih dahulu, dengan senyuman dan kebersahajaan yang khas, kau menemui kami. Tak kau perlihatkan bahwa kau sedang tak sehat. Bahkan kau bawa sendiri makanan dan minuman untuk kami. Dengan riang kau menyemangati kami.

“Ini kebaikan yang luar biasa,” katamu. “Bismillah. Berjuanglah dengan pena-pena itu!”

Untuk Kader dari Kader - Apa Mimpi Dakwahmu...? ^^

Assalamu'alaykum.

Ba'da tahmid wash-sholawat

Berawal dari keinginan untuk mengadakan kajian se-MIPA di universitas, pagi itu ana mencoba mengumpukan ikhwah MIPA yang ana kenal. Jarkom sana-sini, sms akhi ini ukhti ini, alhamdulillah ikhwah bisa berkumpul di komsat. Konsolidasi berhasil dilakukan dan ide-ide tersebut diterima. Momentum hari Kartini yang diisi dengan kajian se-MIPA dengan pembicara seorang ustadz bersama istri yang membahas tentang emansipasi serta hal-hal seputar wanita muslimah. Namun, dalam note ini bukan isi dari kajiannya yang ana coba urai (afwan, cz ntar rame n g baik buat anak baru kemaren sore seperti ana yang masih ijo ini kalo keseringan dapet materi kayak dauroh pra-nikah gitu^^ hoho). Namun, ada beberapa hal yang menggelitik ana sejalan dengan proses persiapan acara tanggal 21 April tersebut.

Konsolidasi kedua dilakukan di dalam kampus. Syuro hanya dhadiri oleh segelintir personal saja. Yaah... Biasa aja pikir ana, malah justru ini yang ana ingin supaya tidak terlalu ribet pengelolaannya dan paling tidak ana bisa melihat mana orang yang kemudian bersemangat mana yang tidak (walau kasuistik n gak bisa digeneralisasi).

Hari-H, 21 April telah datang. Malam sebelumnya entah kenapa ana merasa sepertinya ada yang kurang. Pagi harinya pukul 06.00 ana coba kumpulkan kembali ikhwah di mushollah salah satu gedung di MIPA, SPA. Owh iya, masalah publikasi ternyata. Alhamdulillah hanya tiga orang yang datang. Oalaaah... ikhwah, ikhwah, kadang namanya tak seindah maknanya. Orangnya juga tetap ^^
Eh, ada empat ding tapi beliau izin duluan.
Naah.. Di sinilah ada dialog yang kemudian entah kenapa membuat ana tersenyum dan mengingatkan ana pada keindahan sebuah tarbiyah tempat ana berkhidmat ini. Mengingatkan ana pada pesan sang murabbi kepada ana, kepada antum, kepada kader yang beliau harap-harapkan bisa mengusung dakwah ini.
Pada saat itu ana mencoba mengingatkan kembali ada ikhwah masalah karpet untuk akhwat. Ana hanya khawatir tidak cukup mengingat akhwat tarbiyah yang lumayan banyak dan jarkom yang dimasifkan ke semua kader (bahkan sampai ada ikhwah yang berujar dia mendapat jarkom sampai 4 kali ^^). Sejurus kemudian salah seorang ukhti yang hadir dari kimia yang pada saat itu memang terlihat bersemangat mengungkapkan apa yang dia rasakan di dalam mimpinya menjelang kajian yang insyaAllah akan dilaksanakan sore itu. Kurang lebih dia berkata seperti ini,

"Ana kok tadi malam itu mimpi ya... Kajiannya sukses, yang datang banyak bahkan sampai ke belakang."

Subhanallah... Terlepas dari siapa yang mengatakan, bagi sebagian orang sepintas jika diperhatikan (isi) kata-katanya sederhana memang. Tidak ada yang aneh dan khusus. Hanya sebuah mimpi tentang kajian. Tidak ada yang spesial. Namun, ada yang sesuatu yang kemudian mengingatkan ana saat itu juga. Ya... Tentang keindahan halusnya mutiara nasihat yang diungkapkan ustadz Rahmat Abdullah...

In memoriam Ustadz Rahmat Abdullah, sepucuk suratan nasihat untuk kadr pengemban dakwah.
Untuk ana, antum, dan semuanya yang mencita-citakan kemenangan dakwah, kemenangan Islam di muka bumi yang mulai pucat ini.

Memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yg kau cintai.

Untuk Kader dari Kader - ANA RINDU DENGAN ZAMAN ITU… )|(

Assalamu'alaykum.

Ba'da tahmid wash-sholawat.

Ikhwa fillah rahimakumullah... Bagaimana kabar iman hari ini? Bagaimana pula dengan hati?
Tempo hari lalu ana dapat selentingan dari salah satu ikhwah kenapa udah jarang menulis note lagi. Subhanallah... Alhamdulillah... Asif jiddan ya akh. InsyaAllah ana sempatkan menulis jika memang itu bermanfaat, bagi antum semuanya terlebih bagi ana pribadi.

Namun, seteah mencoba berpikir kq bingung, mau nulis apa ya?
Coba-coba browsing tentang tandzim tarbiyah, eh... Ada yang bagus.
InsyaAllah di sini ana masih berbicara seputar pribadi syaikhut tarbiyahm ustadz Rahmat Abdullah allahu yarham. Namun, kali ini tidak dari nasihat-nasihat beliau yang selalu menguatkan ghirah kita, melainkan dari mad'u beliau, dari kader beliau.

Seorang al-akh yang merindukan zaman perjuangan ini, zaman dimana materi bukanlah hal penting bagi mereka, zaman dimana totalitas adalah syarat kejayaan dakwah yang dicita-citakan, zaman dimana tangis doa masih selalu membasahi jejak-jejak perjuangan dakwah, zaman dimana asholah masih tegak dengan komitmen yang kuat terhadap keaslian dakwah yang disadari merupakan jalan panjang yang menuntut kesabaran, keikhlasan, dan pengorbanan tanpa harus isti'jal, tergesa-gesa menerima kemenangan.

Selamat menyimak~

Source: http://noorahmat.multiply.com/journal/item/63

Ikhwah budiman, surat ini ditulis seorang kader dakwah sebelum wafatnya guru dakwah Ustadz Rahmat Abdullah rahimullah. Dwi Fahrial, penulis surat ini, menggali keindahan memori dakwah yang ada dalam benak dan pikirannya pada masa2 yang telah lewat. Tentang kegigihan para kader dalam mempertahankan prinsip yang mereka yakini kebenarannya. Tentang sejumlah keprihatinan yang ditemukan penulisnya pada fase dakwah sekarang. Maka, surat ini pun diberi judul oleh penulisnya, “Ana rindu dengan zaman itu…”Aq sengaja mengetik dan menyuguhkannya pada blogku kali ini. Pada saat aq membacanya di majalah da’watuna, gagal mata ini menahan linangan air mata. Karena mungkin, aqlah salah satu dari mereka yang penulis khawatirkan dan dirindukan untuk kembali. Walaupun, “zaman” itu belumlah pernah aq rasakan. Tapi…aq ingin sekali mencoba merasakan nikmatnya mengisi hari2 seperti ikhwah pada “zaman” itu…Bagaimana dengan kalian ikhwah fillah…?


ANA RINDU DENGAN ZAMAN ITU…
( Surat terbuka untuk ustadz Rahmat Abdullah yang dimuliakan Allah)

Untuk Kader dari Kader - Likulli Marhatin Rijaluha wa Likulli Marhatin Masyakiluha


Assalaamu’alaykum warohmatullooh wabarokaatuh.
Bismillaahi ar-rohmaan ar-rohiim
Ba’da tahmid wash-sholawat,
Qoolalloohu fil-qur’anil kariim, a'uudzubillaahi minasy-syaithoonirrojiim
"Yaa ayyuhalladziina aamanuu intansyurullooha yansyurkum wayutsabbit aqdaamakum." (QS.Muhammad:7)
Wa qoola rasuulullooh saw.
"“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung kepada niatnya, sedangkan bagi setiap orang itu balasan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang ketika melakukan hijrah itu diniatkan karena Allah dan Rasul Nya, maka pahala hijrahnya tersebut dari Allah dan Rasul Nya, akan tetapi barang siapa yang hijrahnya itu karena dunia yang hendak dicari, atau karena perempuan yang hendak dinikahi, maka pahala hijrahnya itu dari apa yang dia inginkan” (HR.Bukhori-Muslim)


"Likulli marhatin rijaluha wa likulli marhatin masyakiluha.Setiap marhalah itu ada rijalnya, setiap marhalah itu ada masalahnya. Jadi masing-masing kita ada cobaannya dari Alloh subhaanahu wa taala, begitu juga dakwah kita. Obatnya Mabruri adalah kesabaran, keikhlasan antum, pengorbanan temen-temen dan kita kembali ke asholah dakwah ini… Kita ngapain dakwah ini? Kita cemplung dakwah ini, kita habis-habisan dakwah ini karena apa? Karena Allah saja! Kita ingat bagaimana kata Allah bagaimana kata rasul.”

Kutipan kata-kata di atas adalah sebuah nasihat dari ustadz Rahmat Abdullah—Allahu yarham—kepada Mabruri, salah seorang kader, yang pada saat itu mengeluhkan kondisi teman-temannya di setiap halaqoh (lingkaran)—pada saat itu—yang selalu dan teralu membicarakan masalah-masalah politik dan sedikit banyak telah meninggalkan konten dari halaqah yang menjadi penguatan kafaah kader. Ustadz Rahmat yang memang telah memahami akan hal ini, kemudian memberi nasihat kepada Mabruri seperti nasihat di atas. Bahwasannya memang sudah suatu kenicayaan bahwa Allah swt. memberikan ujian pada tiap diri seseorang dan marhalah (tingkatan) kedewasaan dan tempat dia berada. Semakin tinggi tingkat kedewasaan seseorang semakin banyak tanggung jawabnya maka semakin besar pula ujiannya. Semakin tinggi tingkat marhalah tempat kita beramanah semakin luas tanggung jawab yang diemban maka semakin besar pula ujiannya. “Begitu juga dakwah kita”. Ya… begitu juga dakwah yang kita emban.

Dengan jumlah konstituen yang diperoleh PK-Sejahtera dari pemilu pertama setelah reformasi sebanyak 1,5 persen dari seluruh total pemilih yang kemudian meningkat subhanallah sampai 7.5 persen di tahun 2004, tentu banyak imbas yang berpengaruh pada jama’ah kita. Memang sangat wajar ketika kita melihat beberapa ‘penyimpangan’ yang terjadi pada anggotanya, seperti: iklan, cara kampanye dengan musik, baliho yang riskan menuai kontroversi, khilafnya para dewan terpilih, kebijakan politik partai eksternal ke arah negara atau internal pada kader sendiri, dll. Kenapa saya berani menyatakan ‘wajar’ untuk sebuah partai dakwah yang seharusnya selalu konsisten pada nilai-nilai Islam? Karena mau tidak mau, diakui atau tidak, semakin banyak konstituen yang mencapai berjuta-juta jiwa pasti tidak menutup kemungkinan adanya khilaf pada diri pribadi (personal) yang kemudian oleh masyarakat luas—apalagi oleh orang-orang yang tidak menginginkan kemenangan tujuan partai ini—hal ini digeneralisasi bahwa PK-Sejahtera telah menyimpang dari asholah dakwah-nya sehingga membuat berbagai hujatan kepadanya.